Dwi Ery Santoso: Baca Puisi Dipandang Sebelah Mata
Bahkan dalam resepsi HUT RI beberapa waktu lalu yang diselenggarakan di Pemkot Tegal, Jateng tidak ada acara pembacaan puisi.
PENYAIR Tegal sebenarnya tetap memiliki daya kreasi dan tetap berkarya. Hanya saja sarana pempublikasian semakin langka. Sehingga ibarat keris dalam werangka, pamornya tidak tampak dari luar. Hal itu dikatakan aktivis Budaya, Dwi Ery Santoso, Minggu (24/8).
“Sebenarnya proses kreatif dan berkarya para penyair Tegal terus bergulir. Hanya saja media untuk mempublikasikan semakin langka,” kata Ery. Menurut penyair yang juga Kepala SD Tegalsari 8 Kota Tegal, Jateng, media itu banyak bentuknya, semisal ajang lomba baca puisi. Belakangan ini acara pembacaan puisi semakin terhapus dari agenda kegiatan resepsi HUT RI di tengah masyarakat.
“Sepertinya pemerintahpun masih memandang sebelah mata terhadap pembacaan puisi,” ujar Ery menilai. Menurutnya, hampir sepuluh tahun terakhir, pemerintah kota (pemkot) dalam hal ini Panitia HUT RI Kota Tegal tidak menggelar agenda lomba baca puisi yang berkenaan dengan peringatan kemerdekaan RI. “Bahkan dalam resepsi HUT RI beberapa waktu lalu yang diselenggarakan di Pemkot Tegal tidak ada acara pembacaan puisi,” tandas Ery.
Padahal jika Pemkot Tegal memfasilitasi pempublikasian puisi melalui agenda semacam itu, akan mensupport masyarakat sehingga tergerak untuk ikut partisipasi.
Seperti gerakan pemasangan seribu bendera ternyata masyarakat pun mengindahkannya. Padahal sebelumnya partisipasi dinilai kurang, baik dalam pemasangan bendera, pemasangan gapura setiap perayaan hari kemerdekaan.
Pencanangan pemasangan seribu bendera yang dilakukan pemkot, ternyata mampu membangkitkan budaya masyarakat memasang bendera kebangsaan selama waktu yang ditetapkan di bulan Agustus. Padahal sebelumnya disinyalir kegiatan memasang bendera dan gapura setiap perayaan Agustus kurang bergairah.
Dengan begitu, masyarakat Kota Tegal pada hakeketanya selalu bersedia mengindahkan segala bentuk kebijakan pemerintah asalkan itu tujuannya baik. “Filosofi banteng loreng binoncengan, itu gambaran sikap masyarakat Tegal yang perkasa tetapi memiliki kecerdasan emosi yang tinggi,” kata Ery.
Dijelaskannya, meski banteng itu galak, tapi tidak selalu membabi buta. Di setiap menerima titah yang dikendalikan oleh nilai-nilai kearifan, estetika sosial dan kebersihan hati niscaya akan dijalankan secara patuh.
Jika dalam perayaan kemerdekaan Panitia HUT RI Pemkot memberikan contoh sekaligus ada himbauan agar setiap kegiatan perayaan kemerdekaan ada lomba atau baca puisi perjuangan, tentu bukan suatu yang mustahil. Masyarakatpun akan mengindahkannya.
Karena ada nilai positif yang multi dimensi. Selain memiliki usur kompetisi, juga ada nilai hiburan, penanaman nilai kejuangan, etika penghormatan kepada jasa pahlawan sekaligus cinta bahasa. “Lomba baca puisi sangat efektif untuk menggugah pembelajaran bahasa dan sastra bagi anak,” tandas Ery (hamidin krazan)
ide hari ini, sederhana tetapi penting, falsafah garam, resensi buku lokal, sastra pinggiran, puisi aksi, inspirasi mudah, hikmah perjalanan, hikmah kata orang, membaca gelagat
9/10/2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
PUISI PERHELATAN BAYANG DAN KENYATAAN
LAHIR DAN MELATA Hamidin Krazan Di Kaki Bromo Lahir telanjang Jika itu kau jabang bayi lelaki Seharusnya kau tetap bugil teronggok di ata...
-
:Kolaborasi KKP UIN Mataram dan KKN MAS Ajak Warga Tanam Mahoni Penyerhan bibit Pohon Mahoni T ri Dharma Perguruan Tinggi merupakan karak...
-
9 Nominator Penerima Penghargaan Seni Semula kami mencantumkan 12 bakal calon nominator, setelah disaring melalui rapat pengurus harian deng...
-
Desa Mawa Cara Bumi Mawa Ciri PERIBAHASA Jawa itu terkandung makna, setiap tempat di suatu daerah terdapat kekhasan cara dalam menye...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga komentar Anda menjadi kebaikan kita bersama