Pikiran Penyair

Darmadi Puisi Tak Kenal Dendam


Konotasi dendam itu suatu ekpresi, luapan emosi hingga berbentuk aksi yang semata-mata mengedepankan amarah.


Dalam puisi tidak mengenal dendam. Kalau puisi bermuatan tema dan missi untuk melakukan perlawanan memang iya. Hal itu dikatakan Penyair Banyumas, Jawa Tengah, Darmadi dalam diskusi budaya Sabtu, (23/8) di sebuah lesehan di Tegal.

“Perlawanan terjadi akibat adanya hak asasi manusia yang diberengus. Perlawanan dilakukan agar pemberdayaan manusia mendapatkan ruang dan media ekspresi sesuai porsinya,” kata Darmadi.

Dijelaskannya, konotasi dendam itu suatu ekpresi, luapan emosi hingga berbentuk aksi yang semata-mata mengedepankan amarah.

Menurutnya, puisi itu bisa lahir secara spontan tetapi prosesnya melalui pergulatan yang panjang dan lama. “Puisi-puisi saya itu bersifat transendental. Tidak sekedar teknis atau mengutamakan diksi hebat tetapi tak berbobot. Puisi saya itu terlahir dari hati nurani,” jelas penulis Kumplan Puisi Jejak Sajak.

Sebagaimana dikatakan Pengamat Budaya Pantura, Atmo Tan Sidik, penyair sama kiprahnya dengan juru dakwah, manakala pesan yang disampaikan hanya dari mulut maka akan diterima oleh audience sampai di telinga saja. Bahkan didengar melalui telinga kanan lalu keluar lewat telinga kiri. “Namun jika pesan itu disampaikan dari cetusan hati terdalam maka akan diterima oleh obyek dakwah dengan hati tulus pula,” kata Atmo mengibaratkan

Darmadi mengakui, segala ide yang tercetus dari hati memang ketika disampaikan kepada orang lain akan ada responnya. Karena segala yang berkaitan dengan suara hati itu sangat erat dengan kehidupan. Agar intuisi semakin tajam harus senantaisa diasah. Caranya dengan tiada henti-hentinya 'membaca' kehidupan.

“Saya menulis puisi bersifat intuitif bukan karena mencari-cari ide. Sehingga apa yang keluar dari pergulatan batin dan keseharian itulah yang akhirnya terpancar dalam puisi-puisi saya.” papar Darmadi.

Proses penajaman intuisi gampang-gampang susah. Apalagi kondisi jaman sekarang. Dimana perilaku hedonis semakin menguasai diri manusia dalam setiap aspek kehidupan. Sehingga keserakahan hampir menjadi bagian dari karakter kebanyakan manusia. Dampaknya bagi seorang seniman ataupun sastrawan kepekaan rasanya semakin tumpul.

Keserakahan, ujar Atmo, akibat jiwa seseorang dikuasai oleh nafsunya. Menurutnya, aspek nafsu yang terdapat dalam diri manusia itu antara lain nafsu amarah, lawamah, sufiyah, nafsu malhamah dan nafsu muthmainah. “Kemampuan mengendalikan nafsu keserakahan, kebinatangan dan kebiadaban dalam kehidupan sekarang merupakan bentuk perjuangan terbesar,” tandas Atmo. Hadir dalam diskusi, Nurhidayat Poso, Ipuk, Dede, Lanang Setiawan. (Hamiin krazan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seniman Tegal Dapat Penghargaan

AKSI REBOISASI MAHASISWA TURUT HIJAUKAN SESAOT

Kampung Emping Bumiayu