Tua-tua Tetap Kerja, Contoh Mulia



Sirenta Pemetik Cintungan

BUAH BAKAU – Mbah Tarisah (70) sedang nyengget buah bakau (cintungan) untuk dijadikan kayu bakar setelah dikeringkan (Foto:Hamikaze)

'Cintungan wohe mbangka timbang blandrang apike kerja'. Parikan itu meluncur dari bibir keriput mbah Tarisah (70) sambil menghela nafas panjang setelah ngobrol tentang pekerjannya. Meskipun nenek renta itu untuk berdiri menahan tubuhnya tampak tidak kuat. Lututnya bergerat seperti buyutan. Namun ternyata tulang belulangnya akas untuk mengerjakan kegiatan sepanjang hari. Menjalani sisa usianya, ia kerahkan untuk bekerja sesuai kemampuan. Seharian mbah Tarisah menyisir pematang pembatas tambak ikan yang berlumpur becek. Di sepanjang tepian tambak ditumbuhi tanaman bangka alias bakau (mangrove). Dengan galah sambungan yang ujungnya diberi pengait, mbah Tari sah nyengget sebatang demi sebatang buah bakau yang bergelantungan di setiap rimbunan dahan. Bentuknya mirip kacang panjang. Semakin tinggi dahan, semakin berat usahanya untuk berdiri lurus hingga meraih pangkal buah.
"Kiye cintungan wohe kayu mbangka, gunane nggo gawe suluh" kata Tarisah, Rabu (29/10) di areal tambak bandeng di sekitar gang Kemiri Kelurahan Muarareja, Tegal, Jawa Tengah.
Buah bakau yang dipetiknya bukan sebagai bahan baku keripik, kelepon atau dijadikan bibitan untuk ditanam lagi. Melainkan buah itu akan dijadikan bahan bakar pengganti kayu setelah dikeringkan.
Dijelaskan nenek dari sembilan anak, setelah cintungan itu terkumpul lalu diikat menjadi beberapa gulungan. Tentu agar mudah diangkut dengan cara digendong. Setelah berhasil dibawa ke halaman rumah, sebatang demi sebatang ditumbuk dengan palu agar pipih tapi tidak sampai remuk. "Ditumbuk agar dijemurnya lekas kering," kata mbah Tarisah.
Kayu bakar dari bahan buah bakau itu cukup diminati para pedagang ikan asap untuk memanggang ikan. Para pembeli cintungan kering berdatangan ke tempat tinggalnya di Rt 01/03 Kelurahan Muarareja. Mereka datang dari Margadana, Tegalsari atau penduduk setempat. Cintungan dijual dengan ukuran kubik. Setiap dua kubik alias tumpukan berukuran panjang dua meter dengan ukuran tinggi satu meter harganya Rp 150 ribu. Untuk mendapatkan dua kubik, mbah Tarisah membutuhkan waktu antara dua sampai tiga minggu. Kalau mausim hujan kadang lebih lama lagi. Bahkan seringkali ketika sedang digelar di halaman tiba-tiba datang air rob, sehingga membuat jemurannya basah lagi. “Apalagi kalau musim hujan seperti sekarang, keringnya lama,” ujarnya nHamidin Krazan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seniman Tegal Dapat Penghargaan

AKSI REBOISASI MAHASISWA TURUT HIJAUKAN SESAOT

Kampung Emping Bumiayu