Resensi Buku

HIJRAH SOSIAL
Judul : Juwara sing Kalah (Novelet)
Penulis: Akhmad Mubarok, S.Pd.SD
Penerbit : Yayasan Carablaka, Banyumas
Cetakan: I Agustus 2020
Hal: 127 hl.
Harga: -


Dari satu kesalahan ke kesalahan lain, manusia menemukan kebenaran (Sigmund Freud). Kata bijak dari tokoh psikologi dunia itu harus dicermati sebagai penyadaran, bahwa segala sesuatu terjadi harus melalui proses panjang. Proses itu pastinya dinamis seiring dengan titik tuju atau cita-cita, obsesi, keinginan serta munajat yang bersumber dari dalam diri individu. Dalam ajaran agama yang penulis yakini, ada konsep hijrah. Yakni hijrah maknawi. Sebuah gerakan yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk mengubah diri dari hal-hal buruk menjadi baik, dari kesalahan menuju jejak yang benar dari kegelapan ke cahaya benderang yang mencerahkan.
Dalam novela (novelet) yang ditulis seorang guru SD asal Rawalo ini telah berusaha mewakilkan hakikat hijrah itu ke dalam kisah berlatar sosial religius. Sosial secara fakta alur cerita dan setting serta intrik kejadian yang dibangun, dan religius (bernilai keagamaan) dalam konteks karakter yang ditanamkan pada figur/ tokoh. Terlepas nilai-nilai keagamaan itu digambarkan mengalami alur yang fluktuatif, itu hal yang faktual dan manusiawi. Yakni, kenyataan bahwa ada sosok yang berlatar belakang pendidikan agama serta biasa mengamalkan nilai ajaran agama, namun ada masa goyah dalam hal menegakkan istiqomah dalam dirinya, itu sangat karikatural atas kenyataan yang banyak ditemui di sekitar/ atau mewakili "kita". Boleh dibilang, "gue banget?"
Menjadi menarik, ketika tokoh utama (Alief) yang alim kemudian menjadi ternina-bobo dalam dunia gemerlap (dugem), keluar masuk bar, diskotik, tempat 'karaoke plus' sehingga akhirnya kenal dan jatuh cinta kepada seorang pramuria (jadi ingat lagu lawas "Kisah Seorang Pramuria" yee hehe), lalu menikah.
Keterjerumusan Alief tidak serta merta pelampiasan kekecewaan akibat dilecehkan, ditolak cinta oleh calon mertua pacar, meski klasik, namun penulis punya missi kuat: Alief ingin mengentaskan Lita dari jurang kegelap-binatangan menuju altar kehidupan ideal melalui jenjang halal: pernikahan. Cita-cita itu tercapai, meski akhirnya dalam perjalanan kehidupan halal itu justru didera tempaan demi tempaan terus membombardir kesucian cintanya. Sungguh bukan perkara sepele, menghadapi istri mantan pramuria, lalu setelah nikah masih tak jera melakukan tindak pengkhianatan. Maksiat kambuhan? Jika bukan Alief, barangkali rumah tangga dalam kisah ini sudah bubrak. Itulah pentingnya pesan dalam sebuah cerita sekalipun itu tidak semata-mata hasil imajinasi? Terpenting, penulis telah berhasil mematahkan pepatah Jawa yang mengatakan: watek, marine angger urung depekek (sebelum mati). Ternyata, dalam kisah ini, bisa! (hl.116) Dalam kisah ini pada bab-bab 11 dan 13 sebagai klimak alur kisah yang jika terjadi di alam nyata, aka menjadi kisah panjang bahkan huru-hara. Namun ada bab 12 sebagai pesan kuat bahwa untuk berusaha baik itu mahal. Butuh modal pastinya harta selain kekuatan cinta dan satu hal penting juga: bergaulah dengan orang-orang baik. Ya seperti teman Alief si Agus Markondel itu.
Beberapa kekurangan dalam buku ini yaitu pada editan dan tema yang identik sama jika pembaca juga telah membaca karya penulis pada kisah serupa di buku judul lain. Selamat membeli dan baca. Oh, iya. buku ini dipaparkan dalam bahasa Jawa Banyumasan Penginyongan. (Hamidin Krazan)






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seniman Tegal Dapat Penghargaan

AKSI REBOISASI MAHASISWA TURUT HIJAUKAN SESAOT

Kampung Emping Bumiayu