Krajan Dalam Berita, Media Cetak Elektronik


Kamis, 14 November 2002 /Berita Utama
Warga Selamatkan KA Dwipangga

DISINGKIRKAN: Masyarakat dan petugas PT KAI menyingkirkan sisa tumpukan kayu dan bebatuan besar yang menimbun jembatan KAI di Desa Krajan Pekuncen Banyumas. Sebelum itu warga berhasil menghentikan laju KA Dwipangga dengan melambaikan obor. (Foto: Suara Merdeka/G17-47e)


BANYUMAS - Satu rangkaian Kereta Api (KA) Eksekutif Argo Dwipangga Jurusan Solo-Jakarta, nyaris menabrak tanah longsor yang menimbun rel KA di Desa Krajan Kecamatan Pekuncen, Rabu dini hari kemarin.
Berkat keberanian tujuh warga Gunung Barang Kidul menghentikan kereta itu, 400 penumpang di dalam delapan rangkaian gerbong selamat. Ketujuh warga tersebut menghentikan KA dengan melambai-lambaikan obor, ketika sebuah jembatan tertimbun batu dan pepohonan yang longsor.
''Kereta menerjang sebuah kayu besar sebelum berhenti di timur jembatan,'' ujar Taufik dan Rudi, warga setempat. Seluruh penumpang KA tersebut selamat, tanpa cedera apa pun.
Dengan menggunakan sorot lampu lokomotif, warga dan petugas KA menyingkirkan tumpukan itu. ''Baru sekitar pukul 05.00 KA dapat berjalan lagi,'' kata Kepala Desa Krajan Slamet Abdul Azis.
Kepala PT KAI Daerah Operasi V Purwokerto Jusman Manurung mengatakan waktu kejadian KA Argo Dwipangga dengan 400 penumpang akan melintas jembatan di desa itu .
Dia menjelaskan, akibat longsoran itu, rel sepanjang 200 meter tertutup tanah pada km 362+700. Jembatan KA di lokasi longsor tertutup pepohonan dan batu. Akibatnya, 11 perjalanan KA terlambat sekitar 2,5 jam.
Sebelas KA itu adalah, KA Jayabaya Selatan tertahan di Stasiun Legok, KA Gajayana, dan Bima di Karang Gandul. KA Sawunggaling dan Argolawu di Petuguran, KA Senja Utama Yogya, dan Taksaka di Bumiayu, KA Senja Utama Solo di Linggapura, dan 2 KA Barang tertahan di Prupuk dan Purwokerto.
Hujan Deras
Kepala Desa Krajan menjelaskan, hujan deras mengguyur desanya sejak Selasa sore. Hujan itu membuat bukit Merca di atas Desa Krajan longsor. ''Longsoran sepanjang 2 kilometer mengikuti aliran Kali Guntur. Selain membawa batu dan pepohonan, longsoran menutup sawah, rumah, dan jembatan KA,'' jelasnya.
Saksi Rudi Wahono (25) warga Gunung Barang Lor menambahkan, sekitar pukul 23.30 terdengar suara gemuruh seperti pesawat terbang lewat. Dia yang sedang di Musala Al Muslimin (50 meter dari lokasi) terkejut. Karena suara tersebut ternyata lumpur, air, dan batu yang menggelinding dari atas.
Sekitar 45 menit kemudian, warga Grumbul Gunung Barang Kidul terbangun karena suara gemuruh itu. Sebuah jembatan KA penuh dengan tumpukan batu dan pohon tumbang. Warga yang hafal waktu KA lewat, segera menyiapkan obor. Ketika KA yang akan lewat datang, warga melambai-lambaikan obor untuk menghentikannya.
Meski penumpang KA terselamatkan, warga mengalami kerugian besar. Antara lain, empat rumah rusak berat. Tanaman padi siap panen seluas 15 hektare musnah tertimbun longsoran. Ratusan tanaman keras tumbang, tiga tiang listrik hilang dan lima yang lain roboh. Akibatnya, listrik di dua grumbul itu hingga kini masih padam.
Kerugian lain, kolam ikan dan ternak penduduk ikut hanyut. Sebuah jembatan dan jalan sepanjang 30 meter yang menghubungkan Desa Krajan dengan Pekuncen terputus total. (G17-47,60e)

Hukum dan Kriminal
23-Aug-2007 14:30:26 WIB
JEJAK KASUS
Habis Manis Sepah Dibuang
Reporter,Cameraman : Nanang Ana Noor - Kuncoro WijayantoPenulis Naskah : Arni GusmiarniTayang : Kamis, 23 Agustus 2007, Pukul 12:30 WIB
Indahnya kisah kasih sepasang anak manusia baru teruji ketika masalah menghadang. Seperti yang dialami seorang janda muda di kawasan Brebes, Jawa Tengah. Ia dibunuh dengan keji, dalam keadaan hamil tua. Diduga, pelakunya adalah sang kekasih. Siapakah dia dan benarkah dugaan tersebut?. Jejak Kasus menghadirkannya untuk Anda.
Tanggal 24 Juli 2007, adalah hari ditemukannya mayat seorang wanita tanpa identitas, yang sedang hamil tua. Ia tewas dengan tubuh tertelungkup di sebuah hutan pinus, di Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan, Brebes, Jawa Tengah.
Mayat perempuan malang itu ditemukan pertama kali oleh Warto, seorang penderes getah pinus di hutan tersebut. Sebetulnya Warto sudah melihat korban sehari sebelumnya. Tapi karena hanya melihat dari jauh, Warto mengira, perempuan itu sedang menanti kekasihnya atau ingin menyendiri. Karenanya ia pun tak mau mengganggu.
Penemuan mayat itu kemudian dilaporkan ke perangkat desa setempat. Tak lama polisi pun datang ke tempat kejadian. Tim medis yang memeriksa korban menemukan bekas luka akibat pukulan benda tumpul di mulut dan kepala bagian belakang. Sementara tulang leher wanita yang sedang hamil tua itu patah.
Polisi menduga, sebelum tewas, korban terlebih dulu dipukul di bagian belakang dan mulut. Belum puas sampai disitu, pelaku kemudian mematahkan leher korban hingga tewas. Dari pemeriksaan tim medis diperkirakan korban sudah tewas sehari sebelumnya.
Sementara warga yang mendatangi lokasi kejadian, juga tak ada yang mengenal wanita berkulit kuning itu.
Hanya saja, sejumlah warga menuturkan, malam sebelum penemuan mayat, berlangsung acara hiburan musik dangdut di lapangan Desa Winduaji. Sore harinya warga juga sempat melihat sepasang wanita dan pria menuju arah hutan tempat ditemukannnya mayat.
Kawasan hutan pinus milik KBPH Pekalongan Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Banyumas tersebut, selama ini memang sering dijadikan tempat wisata. Mereka yang datang ke lokasi itu biasanya berpasang pasangan, sehingga warga setempat tidak curiga jika melihat sepasang muda mudi di areal hutan tersebut. Karena itu juga untuk sementara polisi menduga, pelaku pembunuhan adalah orang dekat korban.
Berkat penayangan di Indosiar, identitas korban pun terungkap. Korban dikenali keluarganya sebagai Amini, seorang janda yang tengah menjalin kasih dengan seorang pemuda lajang. Sang pemuda pun ditetapkan sebagai pembunuh perempuan beranak satu tersebut. Motifnya, ternyata memang berhubungan dengan status kehamilan korban.
Korban pembunuhan di hutan pinus, di Desa Winduaji, Paguyangan, Brebes, Jawa Tengah, akhirnya dikenali sebagai Amini. Seorang janda beranak satu, warga Desa Krajan, Pekuncen, Banyumas, Jawa Tengah.
Amini terakhir kali diketahui pergi dengan sang pacar. Setelah kepergian itu, korban tak pernah kembali dan ditemukan tewas di hutan pinus Desa Winduaji Paguyangan Brebes.
Salah seorang kerabat korban beberapa kali pingsan, menerima kenyataan tragisnya kematian Amini. Kepergian Amini untuk selamanya itu memang mengejutkan keluarga dan warga Desa Krajan, Pekuncen.
Putra tunggal korban yang masih berusia tiga tahun, seperti tak menyadari tragedi yang menimpa ibunya, yang pasti akan mengubah masa depannya. Sementara itu Gunawan yang disebut-sebut pihak keluarga dan teman korban Amini sebagai orang yang pergi bersama Amini, langsung dicari pihak kepolisian.
Inilah Gunawan. Lelaki tersangka pembunuh Amini tersebut adalah orang yang dikenali keluarga dan teman-teman Amini sebagai orang yang tengah dekat dengan Amini.
Gunawan yang masih bujangan itu mengaku kenal korban sejak 7 bulan lalu, namun baru dua bulan terakhir, mereka semakin dekat, yang berujung pada hubungan suami istri. Selama menjalin hubungan asmara, tersangka dan korban berusaha merahasiakannya pada pihak luar. Setelah sekitar empat kali berhubungan intim, Amini memberitahu tersangka, kalau ia hamil.
Merasa terdesak dengan tuntutan Amini yang minta dinikahi, timbul pikiran tersangka untuk menghabisi nyawa kekasihnya itu. Cinta sudah tak ada lagi untuk Amini. Tersangka kemudian menyiapkan minuman penyegar yang dicampur racun apotas. Lalu ia menyuruh Amini untuk meminumnya.
Beberapa saat setelah menenggak minuman yang diberi tersangka, korban langsung jatuh pingsan dan mulutnya berbuih. Melihat korban terjatuh, tersangka bukannya iba, tapi justru kian sadis. Wajah perempuan yang pernah memadu cinta dengannya itu ia benamkan ke rumput, kemudian lehernya dipatahkan.
Dari pemeriksaan polisi, pelaku pembunuh itu hanya tersangka Gunawan seorang. Tersangka yang sempat tidak mengakui perbuatan jahatnya, tak bisa mengelak lagi, ketika orang tua korban menyebut, terakhir kali korban pergi bersamanya ke tempat mayat Amini kemudian ditemukan.
Tersangka yang masih bujangan berupaya merahasiakan hubungan asmaranya dengan korban yang sudah memiliki anak. Namun toh upayanya itu sia-sia, setidaknya bagi orang-orang dekat korban. Apalagi kemudian korban ternyata meninggalkan sepucuk surat yang menguatkan motif perbuatan tersangka.
Seperti habis manis sepah dibuang. Begitulah nasib Amini. Kalau bukan tersangka, entah siapa lelaki yang menghamilinya. Yang jelas, tak ada yang mau bertanggung jawab.
Di sisi lain, hubungan cinta antara korban dengan tersangka yang tinggal berbeda desa itu berlangsung secara sembunyi-sembunyi. Demi menjaga perasaan Gunawan, Juariah dan orang tua Amini pun selalu berusaha agar warga sekitar tidak tahu bila Amini dan Gunawan akan bertemu. Hubungan keduanya makin dekat sehingga apa yang dilakukan mereka selama ini sudah layaknya suami istri.
Amini yang dikenal tertutup itupun merahasiakan kehamilannya. Tapi karena khawatir perutnya makin membesar, Amini minta pertanggungjawaban pada Gunawan.
Pihak keluarga dan teman Amini memang tidak pernah menaruh curiga pada tersangka, yang bekerja sebagai supir pribadi pada tetangga Amini. Karena selama ini tersangka dikenal baik dan bertanggung jawab. Hanya saja, menurut Juariah, Amini sempat curiga.
Amini meninggalkan seorang anak bernama Rendy yang masih berusia tiga tahun. Bocah yang belum paham tragedi yang menimpa ibunya itu kini tinggal di rumah kecil berukuran tiga kali empat meter bersama nenek dan kakeknya.
Meski pihak keluarga tersangka mencoba berdamai, namun keluarga Amini tetap bersikukuh agar tersangka dihukum seberat-beratnya.
Apa yang dilakukan tersangka Gunawan memang sadis. Setelah kekasihnya disuruh minum jamu penggugur kandungan yang sebetulnya adalah racun apotas, Gunawan pun menganiaya perempuan yang tengah hamil 6 bulan itu.
Dari hasil otopsi, tidak ditemukan bukti korban tewas akibat keracunan. Polisi hanya menemukan sebuah botol yang berisi cairan berwarna hitam. Kematian Amini justru karena tulang lehernya dipatahkan tersangka.
Sungguh sebuah penyesalan yang terlambat. Kesenangan duniawi yang sempat ia alami bersama korban, membawanya ke sebuah konsekuensi. Yang sayangnya, tak pernah ia perhitungkan sebelumnya. Dan justru membawanya untuk memilih jalan pintas yang amat kelam.(Arni Gusmiarni/Ijs)
Jumat, 15 November 2002
Berita Utama

Jembatan Putus, 2.370 Jiwa Terisolasi
Gubernur Bantu Rp 150 Juta

TERISOLASI:Jembatan Sungai Bingglu yang menghubungkan Grumbul Bojong Desa Kracak dengan Kota Ajibarang putus total diterjang banjir. Sekitar 2.370 warga Bojong terisolasi.(Foto:Suara Merdeka/G17-68t)


BANYUMAS- Menyusul bencana tanah longsor di Desa Krajan, Kecamatan Pekuncen, Banyumas Rabu (13/11) dini hari lalu, dalam waktu bersamaan bencana alam tanah longsor dan banjir juga terjadi di Kecamatan Ajibarang. Bencana itu menimpa enam desa, yaitu Kracak, Ajibarang Kulon, Tipar Kidul, Pandansari, Jingkang, dan Lesmana.
Camat Ajibarang W Purwandono SH dalam laporan bencana alam kepada Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satlak PBP), Kamis (14/11) menjelaskan, dari enam desa tersebut, Desa Kracak yang terparah.
Secara keseluruhan, banjir dan longsor mengakibatkan 20 rumah rusak berat, enam rumah rusak ringan, satu pagar rumah rusak berat, satu jembatan putus dan satu jembatan kritis, satu dam dadal, dan empat jaringan irigasi rusak berat.
Rumah rusak terkena longsor di lima desa. Yaitu di Desa Kracak sembilan rumah, Ajibarang Kulon dua rumah, Tipar Kidul tiga rumah, Pandansari satu rumah dan satu pagar rumah, dan Jingkang 11 rumah.
Jembatan putus terjadi di Desa Kracak mengakibatkan 474 keluarga di Grumbul, Bojong, Desa Kracak terisolasi hingga saat ini. Sebab, satu-satunya jembatan Bingglu yang menghubungkan antara Bojong dan Kracak/Ajibarang terputus total.
"Jembatan Bingglu panjang 10 meter dan lebar 5 meter, putus total diterjang banjir bandang pada Rabu pukul 00.30 dini hari," papar Kasi Kesra Sodikin kepada Suara Merdeka, kemarin.
Jembatan Kawung panjang 30 meter dan lebar 5 meter yang melintas di Sungai Kawung dalam keadaan kritis lantaran salah satu tiang ambles. Akibatnya, jalur Kracak-Ajibarang dan Cibangkong-Ajibarang ikut terancam putus.
Sodikin mengemukakan, dua dam di Desa Kracak ambrol. Antara lain sebuah dam panjang 10 meter dan lebar 4 meter di RT 5 RW 2. Akibatnya, sawah 35 hektare terancam tidak dapat diairi pada musim kemarau mendatang.
Sementara itu, kerusakan irigasi terjadi di RT 5 RW 7 dan RT 5 RW 2, Desa Kracak, Ajibarang Kulon (Kadus IV), Tipar Kidul (RW III), dan Lesmana (Kadus III).
Serahkan Bantuan
Gubernur Jateng H Mardiyanto melalui Kepala Badan Kesbanglinmas H Slamet Prayitno kemarin menyerahkan bantuan Rp 150 juta. Bantuan tersebut diserahkan di Desa Krajan, Pekuncen kepada Bupati Banyumas HM Aris Setiono SH SIP. Prayit meminta seluruh jajarannya terus mewaspadai kemungkinan bencana susulan mengingat hujan lebat disertai angin kencang terus-menerus belakangan ini. Kepada masyarakat yang terkena musibah, dia meminta untuk bersabar dan tabah lantaran semua cobaan dan musibah datang dari Allah SWT. "Pemerintah akan terus berupaya mencari jalan keluar meringankan beban penderitaan korban dan memperbaiki fasilitas umum yang rusak akibat bencana itu."
Staf Umum Satlak PBB Suyatno SSos MHum mengemukakan, bantuan Gubernur itu untuk korban bencana di Desa Krajan, Pekuncen, lima desa di Ajibarang, dan SD Karangtalun Lor Purwojati yang ambruk.
Dia menjelaskan, selain bantuan Gubernur PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga memberi bantuan Rp 10 juta. Bantuan diberikan oleh Ka Daop V Purwokerto Jusman Manurung yang diterima Bupati Banyumas. "Khusus bantuan dari PT KAI untuk masyarakat Krajan."
Terisolir
Akibat jembatan Bingglu terputus, 474 keluarga atau paling sedikit 2.370 jiwa warga Grumbul, Bojong, Desa Kracak kini terisolasi. Warga Bojong, Supardi, menuturkan para warga sudah tidak bisa menggunakan transportasi jenis apa pun ke Kracak/Ajibarang. "Bisa tapi harus memutar lewat Desa Darmakradenan sejauh 15 kilometer," ujar juragan pisang itu. (G17-68,60j)
Minibus Terbakar, 10 Tewas
* Tabrakan Karambol di Banyumas
Banyumas, Bernas (2001)Sepuluh orang tewas seketika dengan kondisi tubuh hangus terbakar akibat tabrakan karambol di dekat Jembatan Dusun Tonjong, Desa Cibeurung, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Minggu (31/12) sore sekitar pukul 17.00. Korban tewas berada dalam satu mobil yang terbakar.
Tabrakan maut yang melibatkan lima kendaraan roda empat dan sebuah sepeda motor itu terjadi akibat ulah ugal-ugalan sopir bus Sinar Jaya berpelat nomor B 7335 PW, yang memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi lebih kurang 90 kilometer per jam dari arah Tegal- Purwokerto. Lokasi kejadian merupakan jalan lurus dan menurun tajam.
Akibat kecelakaan itu, jalur selatan Tegal-Purwokerto macet total selama kurang lebih empat jam, mulai pukul 17.00 hingga 21.00. "Sopir bus Sinar Jaya itu kini buron, tapi identitasnya sudah kami ketahui," ujar Kapolres Banyumas Supt Drs Imam Basoeki yang dihubungi di lokasi kejadian, Senin (1/1). Kapolres tidak menyebutkan nama sopir itu. Sedangkan Kapolwil Banyumas Sr Supt Drs Carrel Risakotta kepada wartawan di Purwokerto mengatakan, pihaknya menyayangkan awak bus Sinar Jaya melarikan diri. Sehingga, kini polisi masih terus mencari sopir yang dinilai ugal-ugalan itu.
Kecelakaan tersebut merupakan kecelakaan kedua terbesar di jalur selatan Jawa Tengah selama musim libur, hari raya Natal, dan Idul Fitri tahun ini. Kamis (28/12) dini hari lalu terjadi kecelakaan yang mengakibatkan 10 orang tewas --semua korbana adalah warga Yogya-- di jembatan Sungai Gebang, Butuh, Kutoarjo. Korban tewas semuanya adalah penumpang minibus Hijet 55 yang ditabrak sebuah bus Dwi Martha, (Bernas 29/12) Sedangkan dalam kecelakaan di Banyumas Minggu lalu, sepuluh korban tewas berasal dari tiga keluarga, delapan orang di antaranya sudah dimakamkan di kampung halaman mereka di Bukateja, Purbalingga, Senin (1/1) sore dengan diiringi hujan tangis sanak saudara mereka.
Para korban itu adalah Sukaryadi (38), seorang pegawai negeri sipil warga Jembatan Besi Jakarta, istri Sukaryadi bernama Nyonya Munjiah (35), dan tiga anak mereka, yakni Azis (10), Yunus (7), dan Dewi (1,5). Korban lainnya adalah Subandri (25) dan istrinya, Nyonya Jujuk (20), serta anaknya Riska (3). Dua korban tewas yang lain dimakamkan di Kutoarjo, Purworejo, yakni Jumadi (40), warga Jatipulo Jakarta dan anaknya, Dwi Kurniawati (18), mahasiswa Unsoed Purwokerto.
Menurut rencana, tiga keluarga itu kembali ke Jakarta setelah merayakan Lebaran di kampung halaman mereka di Bukateja, Purbalingga dan Kutoarjo, Purworejo. Namun, sebelum sampai ke tujuan, terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa mereka.
Tambah kecepatanBeberapa saksi mata di lokasi kejadian kepada Bernas mengatakan, kecelakaan terjadi akibat ulah sopir bus Sinar Jaya yang ugal-ugalan. Bus berpelat nomor B 7335 PW yang melaju dengan kecepatan tinggi dari arah Tegal ke Purwokerto hendak mendahului sebuah mobil sedan Toyota N 1925 GN yang berada di depan bus, dikemudikan Puji Agus Riyanto warga Jalan Oto Iskandar Dinata (Otista) Raya 54, Jakarta.
Namun, saat mendahului sedan itu, bus menyenggol bagian belakang sedan. Meski demikian, sopir bus tidak mengurangi kecepatan atau berhenti, malah menambah kecepatan bus. Sementara itu, dari arah berlawanan datang sepeda motor Honda Grand H 3390 S yang dikemudikan Warno (30), warga Desa Krajan, Pekuncen, Banyumas.
Menyadari ada bus yang melaju kencang ke arahnya, Warno sempat melompat ke kiri, sepeda motor Honda Grand miliknya masuk ke kolong bus nekad itu. Warno mengalami luka ringan.
"Sopir bus tetap saja tidak berusaha mengurangi kecepatan atau berhenti. Sepertinya sopir itu mabuk atau mengantuk. Jalannya bus pun seperti tidak terkendali, oleng. Padahal, saya tahu saat itu bus sarat penumpang," kata Sevila penumpang sedan Toyota yang didahului bus Sinar Jaya itu.
Bersamaan dengan itu, di belakang sepeda motor Honda Grand meluncur sebuah mobil Daihatsu Espass R 7419 XL yang juga sarat penumpang. Benturan keras dua kendaraan, bus dan Espass, pun tak terelakkan. Daihatsu Espass yang dikemudikan Sukaryadi (38) itu ringsek masuk ke kolong bus.
Persis di belakang Daihatsu Espass datang Toyota Kijang B 7803 TR yang dikemudikan Doni (35), warga Jakarta Selatan. Namun, Doni berhasil menghindari tabrakan dengan bus.
Semua korban yang meninggal ialah penumpang Daihatsu Espass. mereka dalam perjalanan kembali ke Jakarta setelah mudik ke kampung halaman.
"Ketika tabrakan itu terjadi, benturannya sangat keras terdengar. Dan, pada saat bus menabrak kendaraan, sudah muncul percikan api yang diduga berasal dari benturan yang terjadi," ujar beberapa saksi mata di lokasi kejadian.
Begitu melihat percikan api, seluruh penumpang sedan Toyota langsung berusaha menjauh sehingga lolos dari maut. Demikian halnya para penumpang bus Sinar Jaya, mereka buru-buru keluar dari pintu depan dan belakang. Setelah itu dalam sekejap api menghanguskan bus, sepeda motor Honda dan Daihatsu Espass bersama seluruh penumpangnya yang masih terjepit.
Menurut informasi yang diperoleh Bernas, sebelum api membesar, pengemudi Kijang sempat berusaha menolong seorang ibu penumpang Daihatsu Espass yang terjebak di kolong bus. Namun, upaya itu gagal karena api dengan cepat membakar semua kendaraan tersebut.
Kobaran api baru bisa dipadamkan sekitar pukul 18.00, Minggu (31/12) setelah dua unit pemadam kebakaran didatangkan ke tempat kejadian.
Evakuasi para korban berjalan lamban karena kondisi penumpang Daihatsu Espass yang terpanggang api terjepit bodi bus Sinar Jaya. Selain itu, masyarakat yang berkeinginan untuk melihat peristiwa tersebut cukup banyak, sehingga menyulitkan evakuasi. Para korban baru bisa diangkat setelah bus ditarik dengan mobil derek.
Macet empat jamTabrakan itu tak urung menimbulkan kemacetan pada jalur utama Purwokerto-Tegal. Apalagi, saat kejadian, kondisi lalu lintas di jalur itu cukup padat. Antrean panjang kendaraan mencapai puluhan kilometer baik kendaraan yang datang dari arah Tegal maupun Purwokerto.
Untuk mengurangi kemacetan, kendaraan dari arah Tegal dialihkan melalui beberapa jalur alternatif. Dari arah Purwokerto dialihkan ke jembatan yang bersisian dengan jembatan Tonjong. Arus lalu lintas baru kembali normal sekitar pukul 21.00.
Dihubungi terpisah ketika sedang memantau arus balik di terminal bus Purwokerto, Senin (1/1), Sekjen Departemen Perhubungan Anwar Supriyadi mengatakan, pihaknya akan segera meninjau kembali izin trayek bus Sinar Jaya. Apalagi, bus Sinar Jaya sudah berulang kali melanggar dengan mempekerjakan sopir yang ugal-ugalan, sehingga puluhan nyawa melayang akibat perilaku sopir yang kasar dan ugal-ugalan itu.
"Izin trayek bus Sinar Jaya itu akan segera kami tinjau ulang. Jika memang pelanggarannya sudah berat, ya akan kami cabut. Di sisi lain, kami juga akan memanggil pemilik bus Sinar Jaya, apakah sudah melakukan pembinaan kepada awak sopir bus yang dipekerjakannya," ujar Anwar Supriyadi.(chr/yy)



24/01/2008 08:17:57 PURWOKERTO (KR) - APBD Banyumas menganggarkan alokasi dana bantuan tak terduga (BRR) sebanyak Rp 5 miliar. Anggaran tersebut dimaksudkan sebagai belanja untuk rehab atau membangun pelbagai fasilitas masyarakat akibat bencana alam. Meski demikian, pengesahan dana tersebut masih menunggu pengesahan APBD oleh Gubernur Jateng. Sementara, berbagai fasilitas masyarakat yang mengalami kerusakan akibat bencana alam, seperti banyaknya gedung sekolah yang rusak sudah antre untuk segera direhab. “Paling cepat 15 hari atau awal Februari dana tersebut baru bisa cair” kata Ketua Komisi D DPRD Banyumas, Ahmad Ikhsan, kepada KR di ruang kerjanya, Selasa (22/1). Menurutnya, mekanisme pencairan dana APBD kabupaten/kota sekarang ini memang harus disahkan terlebih dahulu oleh gubernur propinsi maing-masing. Untuk itu beberapa pengurus sekolah yang gedungya telah mengalami kerusakan hebat dan minta segera diperbaiki untuk bersabar. Disebutkan, akibat bencana tanah longsor di musim hujan sekarang, sedikitnya 7 gedung sekolah mengalami kerusakan parah dan minta segera diperbaiki. Ke-7 gedung sekolah tersebut terdiri SD Cingebul 2 Lumbir, SD Pekuncen 2 Jatilawang, SD Tiparkidul 1 Ajibarang, MI Krajan Pekuncen, SMP Maarif Sumpyuh, dan SMP Negeri 1 Patikraja, dan SMP Negeri 2 Rawalo. “Yang paling harus segera ditangani adalah rehab untuk gedung SD Cingebul 2 Lumbir. Sebab gedung tersebut sampai sekarang masih rawan longsor karena talud dan pagar keliling SD belum dibangun,” tandas Ahmad Ikhsan. (Ero) -c
Jejak dan Rambut Harimau Jawa Ditemukan di Gunung Slamet
PURWOKERTO – Sejak beberapa tahun belakangan, muncul silang pendapat keberadaan Harimau Jawa (Panthera Tigris Sondaica). Satu sisi, ada pendapat yang menyatakan, jenis satwa buas tersebut telah punah. Namun di sisi lain, muncul keyakinan Harimau Jawa masih ada, meski populasinya diambang kepunahan. Ternyata, dari penelitian terakhir yang dilakukan Komunitas Peduli Selamet (Kompleet) Purwokerto, disimpulkan Harimau Jawa masih ada di Hutan Gunung Slamet. Riset yang dilakukan Kompleet, Mei-Juni 2001 ini, didasarkan pada pengalaman dan berbagai ekspedisi pencarian Harimau Jawa di Hutan Gunung Slamet. Menurut Koordinator Program Kompleet Agung Nugroho, beberapa kelompok riset sebelumnya telah melakukan ekspedisinya dan hampir semuanya memberikan hasil positif mengenai keberadaan binatang mengaum itu. Kelompok Pecinta Alam Capra Pala (Kappala), Fakultas Peternakan, Unsoed, Purwokerto sejak tahun 1999 mengadakan ekspedisi melalui wilayah Krajan Kecamatan Pekuncen Banyumas. Ekspedisi ini dilakukan setelah mendapatkan informasi dari penduduk setempat, harimau sering turun ke desa memakan ternak milik warga. Bahkan, dari keterangan masyarakat, tahun 1997 seekor harimau loreng terjerat dan dibunuh warga. Hasil riset yang dilaksanakan dalam beberapa bulan itu memang tidak menemui secara langsung Harimau Jawa, tetapi berhasil mendapatkan sampel feses (tinja) di beberapa areal seperti persawahan dan hutan produksi Perhutani. Penelitian lainnya mengenai Harimau Jawa juga telah dilaksanakan Tim Pencari Fakta Harimau Jawa (TPFHJ) di kawasan Taman Nasional Meru Betiri tahun 1997. Ekspedisi dan pemasangan kamera trap selama berbulan-bulan tidak menemukan hasil berupa sosok, tetapi hanya berupa bekas aktivitasnya seperti jejak kaki, feses, cakaran, dan rambut. Meski begitu, Koordinator TPFHJ dan peneliti dari Kappala Indonesia Didik Raharyono SSi menyebutkan, hasil riset itu perlu ditindaklanjuti dan tidak dapat langsung disimpulkan bahwa Harimau Jawa telah punah.Agung mengungkapkan, penelitian terhadap Harimau Jawa tidak sama dengan riset terhadap spesies lainnya. Penelitian ini tidak bisa lepas dari informasi masyarakat sekitar kawasan. "Ini dilakukan mengingat jumlah spesies ini sangat langka sehingga memerlukan waktu lama untuk menjumpainya. Bagi warga setempat yang sering keluar masuk hutan, sudah tidak asing lagi kalau mereka sering bertemu dengan harimau,"kata Agung. Akan tetapi, dia menandaskan, cerita ini jelas bukan merupakan hasil kesimpulan yang didapat Kompleet karena cerita sama sekali tidak dapat diterima masyarakat ilmiah. Inilah mengapa, katanya, Kompleet sangat berkeinginan untuk mendapatkan jawaban secara ilmiah mengenai keberadaan Harimau Jawa tersebut. "Kita mengambil beberapa titik untuk melakukan riset, yakni di Kaliwadas dan Kalikidang Kabupaten Brebes serta Krajan, Semaya dan kalipagu di Banyumas,"ujarnya. Dari hasil riset selama dua bulan, Tim Peneliti Kompleet mendapatkan beberapa sampel, di antaranya feses, rambut, dan jejak kaki, bahkan kulit harimau. Feses harimau, misalnya, ditemukan dengan diameter 2-3 cm. Sementara dilihat dari struktur dan tampak luar, umurnya antara 6 bulan dan 1 minggu. "Temuan lainnya berupa jejak kaki dengan diameter sol antara 7-12 cm. Di bawah cakaran tersebut, juga ditemukan beberapa rambut yang tercecer dari makhluk hidup itu.,"katanya. Rambut, lanjutnya, juga didapatkan di tempat peristirahatan harimau. Tempat ini diidentifikasi masyarakat karena mereka sering melihat harimau beristirahat. "Sedangkan sampel kulit harimau didapat dari penduduk Kalimanggis, merupakan sisa kulit Harimau Jawa yang terbunuh karena kena jerat tahun 1997."Kemudian tiga mahasiswa, masing-masing Erwin Wilyanto dari Fakultas Biologi UGM Yogyakarta, Wita Isriyanti dan Irah Adriany dari Fakultas Biologi Unpad Bandung melakukan analisis rambut harimau yang didapat Kompleet dengan mikroskop elektron di laboratorium Zoologi LIPI. Analisis rambut didasarkan atas perbedaan kutikula (sisik luar) dan medula (sisik tengah) pada mamalia. Selain itu, sampel lapangan juga dicocokkan dengan rambut yang tersimpan di museum Zoologi Cibinong."Hasilnya, rambut yang ditemukan di lapangan adalah milik Harimau Jawa. Dari 173 sampel yang didapatkan di seluruh Jawa, 12 di antaranya menunjukkan jenis Harimau Jawa. Dari 12 tersebut, enam di antaranya adalah sampel dari lapangan di Gunung Slamet,"tandas Agung. Dua sampel yang didapatkan adalah contoh di lapangan yang ditemukan Mei 2001. (SH/liliek darmawan)


Nusa
Sembilan Rumah Hanyut Diterjang Banjir di Banyumas13 November 2002
TEMPO Interaktif, Banyumas:Banjir bandang dan tanah longsor mulai melanda wilayah Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (13/11) menjelang sahur. Meski tidak merenggut korban jiwa, lima rumah hanyut terbawa arus banjir dan empat rumah lainnya roboh terkena longsoran tanah.Bencana alam itu juga mengakibatkan sekitar 2.500 ekor ayam mati tersapu banjir dan 90 hektare sawah dan perkebunan rusak. Dua buah jembatan sepanjang 25 meter putus. Sejumlah warga mengungkapkan, hujan deras yang mengguyur sejak Selasa (12/11) siang hingga Rabu dini hari menyebabkan meluapnya Sungai Guntur di Desa Krajan, Kecamatan Pekuncen. Bukit Merca setinggi 30 meter yang berada di pinggir Desa Krajan longsor. Potongan-potongan kayu yang baru ditebangi di bukit itu ikut hanyut. Sembilan rumah yang hanyut dan roboh masing-masing milik Ny. Sarkem, Samsudin, Aswan, Sukir, Daslim, Sanah, Yusup, Roji, dan Ridun. Sembilan keluarga itu terpaksa mengungsi karena rumah mereka sudah tidak bisa ditempati lagi akibat rusak total. Ketua RT 1 Desa Krajan, Muhajir, mengatakan arus Sungai Guntur semakin membesar sejak Selasa malam pukul 20.00. Ketika itu, kata dia, hujan deras masih mengguyur daerah Pekuncen. Beberapa saat kemudian, terdengar suara gemuruh yang ternyata berasal dari Bukit Merca yang longsor. Pendataan yang dilakukan aparat Desa Krajan menyebutkan banjir bandang dan tanah longsor juga menyebabkan putusnya dua buah jempatan sepanjang 25 meter. Longsor dan banjir kali ini juga membuat areal kebun dan sawah yang siap panen seluas 90 hektar gagal dipetik hasilnya. Selain itu, enam buah tiang listrik roboh dan dua di antaranya hanyut. Aliran listrik di desa itu sudah putus sejak Selasa malam. Kepala Desa Krajan, Slamet Abdul Aziz, mengatakan anak-anak sekolah untuk sementara bakal kehilangan waktu belajarnya. Mengenai jumlah kerugian, kata dia, masih terus dihitung. Banjir dan longsor juga menyebabkan lumpuhnya arus perjalanan kereta api di jalur selatan. Bukit Merca yang longsor dan terbawa arus Sungai Gentur menutup rel kereta api sepanjang hampir 500 meter. Sekitar pukul 00.20 saat kereta eksekutif Argo Dwipangga hendak melintas daerah bencana, masinis sempat melihat tanda bahaya yang dibuat warga dan berhasil menghentikan kereta apinya beberapa meter menjelang lokasi bencana. Ketua Harian Satuan Pelaksana Penaggulangan Bencana dan Pengungsi Pemerintah Kabupaten Banyumas, Suyatno, memberikan bantuan berupa bahan makanan dan uang masing-masing Rp 1,5 juta kepada korban yang rumahnya rusak akibat musibah tersebut. (Syaiful Amin-Tempo News Room)










Ribuan Ayam Mati Akibat Angin Ribut
Kamis, 3 Januari 2008 - 12:18 wib
BERITA LAINNYA
· 13/05/2008 01:54:47
66 Parpol Kembalikan Berkas ke KPU
· 13/05/2008 01:25:02
Republik Czech Tawarkan Pesawat Latih TNI AU
· 13/05/2008 01:12:21
BK Beri Peluang Parpol Bela Kadernya
· 13/05/2008 00:39:38
KPU Tutup Pengembalian Formulir Parpol
· 12/05/2008 23:58:57
Partai Karya Perjuangan Klaim Didukung Golput
BANYUMAS-Belasan kandang ayam di beberapa sentra peternakan ayam yang hancur dan rata dengan tanah ini berada di empat desa yaitu Desa Cibangkong, Desa Krajan, Desa Karangblimbing dan Desa Banjaranyar, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas. Kandang lainnya yang rusak berada di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang, serta Desa Karangkemojing Kecamatan Gumelar. Kondisi paling parah dialami kandang milik Sukirman (52) warga Banjaranyar Kecamatan Pekuncen. Dari empat kandangnya, dua kandang hancur rata dengan tanah setelah dihempas angin ribut. Dua ribu lebih ayam yang berada di dalamnya mati akibat tertimpa reruntuhan . Sukirman mengaku akibat kejadian tersebut dia menderita kerugian sekitar 60 juta rupiah. Karena selain bangunan yang rusak, ribuan ayam yang siap panen tersebut mati. Kini untuk mengantisipasi ambruk susulan, peternak memindahkan ayam ayam mereka ke kandang yang lebih aman."Hampir sebagian besar ayam saya mati tertimpa kandang, padahal ayam-ayam ini siap panen", ujarnya pasrah, Kamis (3/1/2007). Hal serupa juga dialami Rasmin (42), pemilik kandang di desa Cibangkong Kecamatan Pekuncen. Dua kandang miliknya hancur rata dengan tanah, sementara sekitar 1500 ayam yang berada di dalamnya mati. Akibat kejadian tersebut kini Rasmin sudah tak memiliki lagi usaha peternakan. (Saladin Ayyubi/Global/sjn)

Friday, August 26, 2005
Harimau Jawa belum punah !?
Silakan percaya, Harimau Loreng koleksi kebun binatang, atau yang ada di sirkus, pasti dari sub species Harimau Sumatera. Silakan percaya pula, kalau Jawa sebenarnya punya jenis Harimau loreng. Nama kerennya Panthera tigris sondaica. Orang sekitar hutan biasa menyebut Macan Kembang Asem, Kyaine, Simbah, Gembong atau entah apapun namanya.Perkara Harimau Jawa punah atau belum, ternyata bukan soal sepele. Selama ini antara “masyarakat ilmiah” dan masyarakat sekitar hutan terjadi silang pendapat. Para ahli menyatakan Harimau Jawa telah punah, menyusul saudara dekatnya, Harimau Bali (Panthera tigris balica). Dasarnya adalah berbagai penelitian yang dilakukan tidak pernah lagi menemukan sosok wujudnya. Tahun 1974, penelitian Seidensticker dan Sujono di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jawa Timur memperkirakan Harimau Jawa tinggal 3 - 4 ekor. Berikutnya riset WWF di tempat yang sama tahun 1994, ternyata menunjukan hasil nihil. Kamera trap sistem injak yang dipasang tidak memotret satupun sosok Harimau Jawa. Celakanya, selama ini TNMB terlanjur ditetapkan menjadi habitat terakhir Harimau Jawa. Jadinya, kesimpulan punah menjadi tidak haram lagi. Pas benar, di habitat terakhir ternyata “tidak menemukan” Macan Loreng terakhir. Ujung-ujungnya, Desember 1996, CITES memutuskan vonis punah.“Kecelakaan” lainnya terjadi ketika pemerintah melalui Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) Departemen Kehutanan ikut-ikutan setuju atas klaim tersebut. Dalam buku Strategi Konservasi Harimau Sumatera halaman 4, jelas-jelas disebutkan Harimau Jawa punah. Belum lagi John Seidensticker, dalam buku terbarunya, Riding The Tiger, keluaran 1999, juga menjebloskan Macan Jawa pada label punah. Penelitian tentang Harimau Jawa berhenti, para pakar hidupan liar lantas tutup mata terhadap nasib harimau endemik Jawa itu.Masalahnya jadi rumit ketika masyarakat tepi hutan justru yakin sebaliknya; Harimau Jawa masih ada. Masyarakat pinggiran hutan Gunung Slamet misalnya, menyatakan sering bertemu langsung saat pergi ke hutan. Kadang malah Macan Loreng itu yang dolan masuk ke perkampungan.Masyarakat lereng barat Gunung Slamet, di Desa Krajan, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Brebes sering memergoki Macan Loreng turun ke desa. Bahkan minggu kemarin, satwa langka itu keluyuran ke dusun dan menggondol kambing milik warga. “Empat kambing milik mBok Kidem habis diambil tiap hari berturut-turut. Kandangnya dirusak, kambingnya dibunuh dan dibawa lari ke hutan,” ujar Mu’alim, perangkat desa Krajan. Mu’alim menolak kemungkinan warga salah lihat, antara Macan Tutul dan Harimau Loreng. “Warga di sekitar sini bisa membedakan antara Macan Kembang Asem dan Macan Tutul ataupun Kumbang. Kalau Kembang Asem bentuknya loreng dan ukurannya lebih besar dibanding Tutul atau Kumbang,” kata Mu’alim lagi.“Pasti yang makan Macan Kembang Asem (istilah lokal untuk menyebut Harimau Jawa -her), karena beberapa hari sebelumnya banyak orang desa yang melihat. Warga juga niteni, macan besar itu pasti turun setiap bulan Maulud,” jelas Mu’alim yakin. Didik Raharyono SSi, Koordinator Tim Pembela dan Pencari Fakta Harimau Jawa (TPPFHJ) sub divisi Pembelaan dan Pengkajian Lingkungan KAPPALA Indonesia mendukung pendapat masyarakat tentang Harimau Jawa, karena hutan di sekitar Gunung Slamet merupakan salah satu habitatnya. “Indikasi keberadaan Macan Loreng di Slamet sangat besar. Kami sudah melakukan pemantauan di hutan Slamet sejak setahun yang lalu,” ujar Didik. Menurutnya, khusus untuk wilayah Krajan dan sekitarnya, TPPFHJ bersama Forum Dinamika Kepencintaalaman (FORDIK) Purwokerto sedang melakukan pemantauan bersama. Ditambahkan Didik, selama pemantauan di sekitar lokasi tim menemukan jejak yang berukuran besar, kotoran yang mengandung rambut satwa dan cakaran. “Jelas beda antara jejak Macan Tutul atau Kumbang dengan Macan Loreng. Kalau Loreng umumnya memiliki ukuran jejak lebih besar dibanding Tutul dan Kumbang. Kami saat ini sedang melakukan analisis rambut hasil temuan untuk memastikan satwa mangsa, tapi dari kenampakannya mirip rambut lutung,” jelas Didik yang peneliti hidupan liar lulusan Biologi UGM itu. Menurutnya, hutan sekitar Krajan memang sangat potensial menjadi habitat Harimau Jawa, antara lain karena prey atau hewan mangsa masih sangat melimpah, seperti kijang, babi hutan, landak, trenggiling dan lutung. Vegetasi hutan juga masih mendukung, karena banyak tumbuhan tepus, ilalang, glagah, bambu, kaliandra, rotan, kenduru dan pakis. Didik mengakui, temuan cakaran, jejak, rambut maupun kotoran Harimau Jawa menjadi data yang sangat berharga, karena untuk menemukan sosoknya langsung memang sulitnya bukan main. “Macan Loreng memiliki karakter sangat rapi saat menyembunyikan diri. Meski badannya tergolong besar, lebih besar dari Harimau Sumatera, tapi waktu berjalan tidak berisik,” ujar Didik menjelaskan. Mu’alim setuju pendapat tersebut. “Orang tua saya malah pernah menemukan kijang sedang sekarat di hutan. Waktu nengok sambil teriak memanggil temannya, sekelabat kijang itu sudah hilang. Jadi sebenarnya Harimau Loreng sangat dekat sama bapak saya, tapi dia tidak tahu,” kisah Mu’alim. Timbunan TulangDi Jogjakarta akhir Juni lalu, TPPFHJ juga menemukan jejak dan kotoran yang disinyalir milik Harimau Jawa. Temuan tersebut dikumpulkan ketika TPPFHJ melakukan pemantauan bersama petugas Jagawana UKSDA Kanwil Kehutanan DIY di wilayah Pundong, Bantul.Menurut Didik, kondisi kawasan sekitar temuan masih memungkinkan menjadi habitat satwa langka tersebut karena banyaknya gua dan ketersediaan prey, misalnya musang, landak dan tikus. “Cuma, kondisi habitat di Bantul sangat berbeda dengan hutan Slamet. Di Bantul Harimau harus memiliki daya adaptasi yang sangat tinggi, karena hewan mangsa seperti kijang atau babi hutan tidak melimpah seperti di hutan Slamet. Buktinya, dari sampel kotoran kami temukan sisa-sisa remukan tulang satwa mangsa. Terus di lokasi tersebut kami juga menemukan timbunan tulang banyak sekali,” ujar Didik Raharyono. “Gua-gua di sekitar dusun memang menjadi tempat istirahat Macan. Warga di sekitar sini juga pernah memergoki Macan Loreng tersebut,” kata Adi Winoto, Kepala Dusun di Pundong. Adi Winoto menambahkan, beberapa warga pernah memergoki Macan Loreng saat akan pergi ke ladang. Adi juga optimis, untuk ketemu harus menginap beberapa malam sambil membuat api unggun. “Pernah ada seorang pertapa dari Imogiri tiba-tiba membatalkan niatnya karena didatangi Macan Loreng,” kata Adi lagi. Tempat-tempat itu memang jarang dijamah warga dusun, kecuali orang luar desa yang memang sengaja akan bertapa. TPPFHJ tengah mengadakan kajian data-data temuan untuk menentukan prioritas pemantauan di lokasi-lokasi yang dianggap paling tepat. “Sekarang kami juga sedang mengupayakan pemotretan dengan kamera trap sistem inframerah. Kameranya pinjam ke Taman Nasional Meru Betiri. Pokoknya kami akan total riset untuk Macan Jawa, masak pelaporan masyarakat selalu diremehkan jika mengatakan masih menjumpai Macan Loreng,” ujar Didik semangat. Dari hasil pantauan TPPFHJ, beberapa tempat di Jogjakarta juga sering dikunjungi macan, misalnya di sekitar daerah Paliyan, Gunungkidul.“Biarkan para pakar ngomong punah. Mereka toh bukan masyarakat lokal yang tinggal dekat hutan. Bukan masyarakat yang hidup dari hutan. Nah, tinggal kita percaya yang mana, masyarakat lokal atau para pakar?” ujar Didik saat ditanya tentang label punah atas Harimau Jawa.Selama tiga tahun ini TPPFHJ melakukan studi dan pemantauan Harimau Jawa dari berbagai tempat, seperti di Meru Betiri, Raung, Ijen, Penanggungan, Arjuno, Wilis, Muria, Blora, hutan Gunung Slamet, sampai Jogjakarta, di Bantul dan Gunungkidul. “Dalam pemantauan kami tidak pernah sendiri, tapi melibatkan jagawana, pencinta alam dan masyarakat tepi kawasan misalnya pemburu, pawang macan, dan pencari kayu. Cita-cita kami pusat study Harimau Jawa harus ada di Jogjakarta, karena berbagai sampel temuan yang mengindikasikan keberadaan Harimau Jawa saat ini kita koleksi di Kappala, untuk kita pelajari bekas aktivitasnya” kata Didik menjelaskan. Source : javantiger.or.id
Banjir Bandang Landa Banyumas
Banyumas, Sinar HarapanSedikitnya, 15 hektare lahan sawah siap panen hancur akibat banjir bandang yang terjadi di Desa Krajan Kecamatan Pekuncen Banyumas Rabu (13/11) dinihari. Sementara itu, sebanyak delapan rangkaian KA jalur tengah mengalami keterlambatan selama lima jam lebih karena rel sepanjang 200 meter tertutup tanah dan pohon-pohonan di KM 362+700 antara Stasiun Legok dan Petuguran.Banjir bandang yang terjadi akibat turunnya hujan deras dan menyebabkan erosi di hutan pegunungan Merca di Kranggan. Banjir bandang membawa kayu-kayu hutan yang sudah terpotong-potong serta menghanyutkan pohon-pohon di sekitar Sungai Guntur yang meluap. Meski tidak ada korban jiwa, sembilan keluarga kehilangan tempat akibat terhanyut banjir.Pantauan SH di lokasi kejadian memperlihatkan, jalan yang menghubungkan antara Desa Krajan dan Pekuncen putus, jalan setapak dekat jembatan rel sepanjang 1 km hilang dipenuhi dengan Lumpur. Sementara itu, puluhan keluarga yang menghuni di Dusun Gunung Barang Kidul Desa Krajan terisolasi karena jalan keluar dusun hilang. Kepala Desa Krajan Abdul Asis menuturkan di lokasi kejadian sebetulnya warga tengah menanti datangnya panen yang kemungkinan tiga minggu lagi. “Panenan itu menurut rencana hasilnya akan dipakai keperluan lebaran. Namun dengan peristiwa ini, mereka hanya bisa pasrah,”katanya. Dijelaskan, dari inventarisasi yang dilakukan, ada ratusan tumbuhan keras roboh dan tumbangnya enam tiang listrik sehingga aliran listrik ke desa setempat dimatikan.Camat Pekuncen Asis Kusumadhanu mengatakan Sungai Guntur tidak terlalu diperhitungkan akan menimbulkan bencana karena alirannya tidak besar. Tetapi, katanya, karena penebangan hutan di bukit Merca Kranggan, menyebabkan erosi dan menghanyutkan kayu-kayu yang telah ditebangi.Sementara itu, Kahumas PT KA Daop V Purwokerto Supriyadi yang dihubungi, Rabu malam, menyebutkan akibat kejadian itu, 11 rangkaian KA terpaksa harus tertunda keberangkatannya antara 3-5 jam. KA Argo Dwipangga jurusan Solo-Jakarta berhenti hanya sekitar 50 meter dari jembatan yang tertutup lumpur serta pohon-pohonan. Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Stasiun Klimatologi Semarang, Drs Widada Sulistya DEA, mengatakan kecepatan angin yang saat ini terjadi di Jateng rata-rata 20 knots. Kecepatan yang termasuk tinggi masih dibarengi dengan derasnya hujan yang dalam catatannya pernah mencapai 60 milimeter sehari.Gejala hujan deras dengan angin kencang dan petir tersebut, menurut Widada, akan terjadi di Jateng sampai dengan pertengahan November atau paling lambat akhir November ini. Pada awal Desember musim hujan berdasar prakiraan BMG sudah dimulai. Sementara itu, puncak musim hujan akan terjadi pada awal Januari, di mana curah hujan bisa mencapai lebih dari 200 milimeter per bulan. (lid/yud)




Copyright © Sinar Harapan 2002
Jawa Tengah

Sabtu, 31 Mei 2003



2.103 Mata Air di Banyumas Rusak
Banyumas, Kompas - Sekitar 70 persen atau sebanyak 2.103 dari jumlah mata air yang terdapat di Kabupaten Banyumas-seluruhnya 3.005 mata air-saat ini rusak dan berubah menjadi mata air tadah hujan. Kerusakan tersebut terjadi akibat perubahan tata guna lahan dan kerusakan lingkungan. Akibatnya, masyarakat di sekitar sumber air terancam kekurangan air bersih.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Banyumas Wisnu Herwianto, Jumat (30/5) di Banyumas, mengatakan, letak ke- 3.005 mata air tersebut tersebar di 27 kecamatan di Banyumas.
Sebanyak 865 mata air terdapat di Kecamatan Cilongok, di Kemranjen (446 mata air), di Ajibarang (337), di Banyumas (270), di Pekuncen (185), di Sumbang (174 ), di Somagede (116), dan sisanya tersebar di kecamatan lain.
Menurut Wisnu, sebanyak 2.103 mata air mengalami penurunan debit air, terutama pada musim kemarau. Apabila lingkungan di sekitar mata air itu tidak segera dibenahi, sejumlah mata air itu akan menghilang perlahan-lahan.
"Oleh karena keterbatasan dana, baru empat mata air yang sedang kami upayakan pemulihannya, yakni mata air di Desa Tipar, Kecamatan Rawalo, Desa Kebumen, Kecamatan Baturaden, Desa Krajan dan di Desa Petahunan di Kecamatan Pekuncen. Untuk perbaikan mata air lainnya, kami sedang mengusulkan dana penyelamatan mata air," ujar Wisnu.
Penghijauan
Dia menjelaskan, untuk menyelamatkan seluruh mata air yang terancam mengering itu dibutuhkan dana cukup besar. Dana tersebut digunakan untuk menghijaukan lahan di sekitar mata air. Lantas, setelah dihitung, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas harus menghijaukan sekitar 30.050 hektar lahan. Untuk itu, Pemkab Banyumas harus menyediakan bibit tanaman sedikitnya 11,858 juta batang pohon.
"Setiap mata air membutuhkan sebanyak 400 batang tanaman yang ditanam dalam radius 200 meter penanaman pohon," kata Wisnu.
Persoalannya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Banyumas tak dapat memaksakan penanaman lahan di sekitar areal mata air. Pasalnya, hampir 70 persen mata air tersebut berada di dalam tanah masyarakat.
Selain itu, lahan di sekitar sumber air sudah telanjur dibangun penduduk untuk permukiman. Perbaikan mata air rencananya akan dilaksanakan secara bertahap. Diharapkan, upaya pemulihan mata air ini selesai dalam jangka lima tahun ke depan. (ANA)
Angin Topan Hancurkan Peternakan di Banyumas

indosiar.com, Banyumas - Angin topan ini melanda Desa Krajan dan Karang Blimbing Kecamatan Pekuncen, Banyumas, berlangsung cepat dan terjadi susul menyusul. Sehingga menghancurkan kandang diareal perternakan ayam desa tersebut.
Salah seorang penjaga kandang bahkan sempat tertimpa kandang, namun hanya mengalami luka ringan. Selain menghancurkan kandang ayam milik Sugiarto warga setempat, angin juga menumbangkan puluhan pohon yang berada di pinggir jalan dan sempat memacetkan ruas jalan desa. Akibat hancurnya dua kandang milik Sugiarto sekitar 6000 ayam mati tertimpa.
Sementara itu, petang harinya angin topan kembali menghancurkan lokasi peternakan ayam milik Samilin di Desa Karang Blimbing. Dilokasi ini kandang ayam hancur total dan 10.000 ayam mati tertimpa reruntuhan kandang. Insiden ini menyebabkan kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Para peternak berharap kepada pemerintah untuk memberikan bantuan akibat musibah ini. (Nanang Anna Nurani/Sup)
Last updated: 26/12/2006
RSS Feed

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seniman Tegal Dapat Penghargaan

AKSI REBOISASI MAHASISWA TURUT HIJAUKAN SESAOT

Kampung Emping Bumiayu