Jaringan Kerja Seniman Tiga Daerah


JKS Tiupkan Nafas Seniman Mandiri

Wadah ini media penjalinan komunikasi di antara seniman lintas wilayah. Segala kiprah dalam berkarya tidak bergantung pada kucuran dana pemerintah...

SETELAH 18 bulan wacana berdirinya sebuah wadah yang mampu mengakses kebuntuan komunikasi para seniman potensial di tlatah pantura yang terisolasi oleh industri kebudayaan akhirnya pada Kamis (16/10) akan dideklarasikan Jaringan Kerja Seniman (JKS) Tegal - Slawi - Brebes. Keberadaannya bukan sebagai rival Dewan Kesenian yang bersifat legal formal. Melainkan kanca batir (rekan) di ranah cipta dan apresiasi karya seni yang tak mau disetir. Ungkapan itu dipaparkan salah seorang koordinator JKS, Nurhidayat Poso, Selasa (14/10).
"Tegal Kota sebagai basis proses lahirnya para seniman dengan beragam karyanya terbukti mampu mencuatkan mercusuar dunia seni di Tegal sehingga menjadi arah tujuan apresiasi dan kajian bagi para pengamat budaya baik nasional maupun international," kata Nurhidayat.
Namun, lanjutnya, di penjuru tlatah Pantai Utara (Pantura) yang meliputi Brebes- Tegal - Slawi banyak terdapat kantong-kantong seni dengan kualitas para senimannya yang tak terjamah oleh pembinaan para pejabat seni yang memiliki lembaga formal. Mereka hanya sebagai penonton serta tidak pernah menjadi bagian dalam peran. Semua itu akibat terputusnya jaringan sehingga akses untuk aktualisasi karyanya terbelenggu. Diperparah dengan adanya industri kebudayaan. Dimana siapa yang muncul itu didasarkan atas penunjukkan. Semua prosesnya tidak dilakukan dengan cara kompetisi yang obyektif melainkan berdasar relasi yang subyektif.
"Padahal potensi mereka sangat baik hanya saja terkesampingkan. Adanya wadah ini sebagai media untuk penjalinan komunikasi di antara seniman lintas wilayah yang notabene segala kiprah dalam berkarya tidak bergantung pada kucuran dana dari pemerintah," jelas Nurhidayat.
Konsekuensi dari independensi para seniman yang tergabung dalam JKS, menurutnya, masing-masing seniman harus mampu menjadi networker, kreator serta piawai dalam memenej hasil kreativitasnya.
Kepengurusan dari tiga wilayah itu masing-masing hanya dibentuk koordinator wilayah. Masing-masing Koordinator Tegal Nurhidayat Poso, Koordinator Slawi Nur Ngudiono, koordinator Brebes Lukman Suyanto. Menurut Nurngudiono, anggota JKS bisa siapa saja, yakni para seniman yang ada di tiga wilayah itu. "Asal memiliki komit bahwa seni itu dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat." katanya.
Dijelaskannya, deklarasi JKS akan dilaksanakan dalam kegiatan Silaturrahmi dan pentas seni yang akan digelar Kamis (16/10) jam 19.30 WIB sampai selesai bertempat di rumah Dyah Setyowati Dukuh Sabrang Rt 02/04 Pangkah Slawi, Kabupaten Tegal.


Dari Deklarasi JKS (1)
Sisdiono Ahmad :
Kesenian Bisa Ambil Peran

Kalau ranah agama tidak bisa memperbaiki perilaku mereka, seperti para penguasa, maka melalui puisi, naskah drama, sastra karya para seniman agar disuarakan secara terus menerus di berbagai kesempatan dan cara sehingga ada dampak yang menghasilkan perubahan

SELAMA kebijakan pemerintah masih tidak berpihak kepada rakyat. Peran masyarakat termasuk para seniman harus peduli akan nasib mereka. Setidaknya seniman diharapkan dapat menjaga keadaan yang sudah kronis ini agar tidak lebih buruk melalui penyuaraan kritis sehingga mereka mendengar dan berubah. Hal itu dikatakan Sisdiono Ahmad, SPd dalam orasi budaya pada ajang seni yang digelar Jaringan Kerja Seniman (JKS) Tegal – Slawi – Brebes di rumah penyair Dyah Setiyawati, Dukuh Sabrang, Pangkah, Kabupaten Tegal pada Kamis (16/10).
"Jika kita menelaah sepak terjang novelis asal Ceko yang menegaskan bahwa perjuangan melawan kekuasaan merupakan perjuangan melawan lupa, maka sebagai seniman harus tiada henti-hentinya untuk menyuarakan nilai-nilai kebenaran, keadilan melalui bermacam cara dan karyanya," kata Sisdiono.
Menurutnya, dari kisah Milan Kundera, sebenarnya dapat diyakini bahwa dimana-mana eksistensi seorang penyair sebenarnya bisa menjadi tokoh penggerak. Penyair maupun para seniman melalui karyanya harus selalu secara berulang-ulang menyuarakan nilai-nilai dan ide agar didengar semua kalangan termasuk pemerintah untuk menuju kepada sebuah perubahan.
"Caranya tidak hanya di panggung saja tetapi di berbagai kesempatan, agar telinga orang-orang baik masyarakat, wakil rakyat, pejabat tidak hanya mendengar melainkan tergerak jiwanya," tandasnya.
Dijelaskannya, suasana kritis di tengah masyarakat harus diciptakan. Sehingga mampu mendobrak ketimpangan melalui ide dan gagasan yang disampaikan secara intens kepada kelompok yang mapan, para birokrat dan pejabat di setiap tingkatan. Dengan demikinan nantinya para pengambil kebijakan itu mau menentukan keputusan yang membela kepada masyarakat.
"Kalau ranah agama tidak bisa memperbaiki perilaku mereka, seperti para penguasa, maka melalui puisi, naskah drama, sastra karya para seniman agar disuarakan secara terus menerus di berbagai kesempatan dan cara sehingga ada dampak yang menghasilkan perubahan," tandas lelaki yang masa mudanya itu banyak bergelut dalam dunia penulis an puisi.
Yang penting, lanjutnya, jangan pernah pesimis tetapi yakinlah semua manusia, siapapun dia pasti punya perasaan.
“Maka sentuhlah mereka dengan perasaan. Sedangkan seniman sangat lihai dalam mengolah rasa. Tuangkan oleha rasa itu dalam bentuk karya,” tandasnya.

Dari Deklarasi JKS (2)
Bayi Mengadili Diri Kita

BAYI simbul kesucian. Kehadirannya selalu disambut suka cita. Segala harapan ditambatkan. Doa baik ditautkan. Namun dalam dua monolog yang sama-sama membawakan tema tentang bayi, justru menggambarkan penjungkirbalikan kondisi sebaliknya berupa benci dan dendam. Hal itu tersampaikan dalam tampilan monolog berjudul ‘Oa…Oa’ yang dibawakan oleh personil Teater Dami dan Yessa pada ajang deklarasi Jaringan Kerja Seniman (JKS) pada Kamis (17/10) di halaman rumah penyair Dyah Setyawati, wilayah Dukuh Sabrang, Pangkah, Kabupaten Tegal.
Malam itu ada dua sajian monolog yang sama-sama mengangkat persoalaan sosial yang diungkapkan melalui idiom bayi.
Pada sajian pertama, menggambarkan betapa kehidupan seseorang dapat berubah sikap. Dari sosok yang baik dan tanggung jawab berbalik menjadi sosok yang sakit hati penuh dendam pada system dan penentu kebijakan. Karena segala aturan tidak menjadikan seseorang menjadi patuh karena adanya kemudahan. Melainkan sebaliknya sulit sampai terlilit segala aturan. Akibatnya kaum yang tertindas menjadi beringas melawan.
Semantara pada sajian kedua, terbersit tema bahwa kelahiran seorang bayi adalah gerbang kebahagiaan. Karena tersemai cita, cinta, kasih sayang. Namun akibat tidak ada tanggung jawab dan cinta akibatnya segala cita dan indahnya harapan pecah jadi kepingan kaca penyayat jiwa. Dua monolog dengan media bayi itu hanya metafora betapa nilai kesucian yang mestinya kita timang dan dibina ternyata telah mati akibat hilangnya tanggung jawab. Selain monolog juga ada sajian musik pembacaan puisi dari para penyair, antara lain Dyah Setiyawati, Dwi Ery Santoso, Bontot Sukandar, Nurngudiono, Jacky WS, Hartono Ch Surya serta Nurhidayat Poso (hamidinkrazan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seniman Tegal Dapat Penghargaan

AKSI REBOISASI MAHASISWA TURUT HIJAUKAN SESAOT

Kampung Emping Bumiayu