Dina Oktaviani Baca Puisi nge-Groove Banget


"Karena tampil di panggung ya harus entertain abis. Biar penonton suka,"

SEPERTI derap laju roda-roda kereta melindas rel, menyibak kabut, menerjang penghalang, angin gemuruh disilet dengan aroma yang membekukan debar penantian. Dari balik stage kaki mulus bersepatu hak tinggi menerjang tabir transparan. Muncul sosok anggun, snobis dengan polesan mini dress jingga. Laju untain kata menderas dari belahan kedua bibir yang nyaris tanpa tarikan nadi-nadi di leher jenjangnya. Rileks. Irama musik pengiring serasa drumband remang-remang berderap membalur bisik-bisik puisi yang nyaris mendesah terus meluncur mengelabuhi logika. Itulah gaya penampilan penyair perempuan kelahiran Bandar Lampung, Dina Oktaviani, Sabtu (21/2) malam di Gedung Kesenian Tegal, Jateng.

Gaya membaca puisinya menepis stereotip warisan tiap dekade dunia sastra yang selama ini terlanjur melekat di kepala kita, yang terkesan membosankan. Anggapan itu dibabat habis melalui penampilan Dina yang nge-groove banget. Dina memiliki gaya membaca dengan alur penuh lekuk dan liukan yang kaya improvisasi. Bahkan gejolak emosinya tanpa menghentak seringkali muncul tak terduga sampai-sampai menyundut uluhati penonton. Sesekali berpose bak cleopatra dengan gaya yang membekukan debar jantung pria. Akibatnya kata-kata puitis meluncur tanpa tercerna logika secara kritis.

"Karena tampil di panggung ya harus entertain abis. Biar penonton suka," kata Dina yang tampil dengan dandanan ala Mulan Jamila itu. Penonton untuk bisa memahami makna kata-kata yang dibacakan itu soal urutan kesekian. Jujur saja, membaca teks puisi karya Dina saja membutuhkan dua sampai sekian kali --pun tak kunjung memahami-- pesan sejatinya.

Setidaknya, ada satu ulasan yang pernah memberikan gambaran tentang kiat, bahwa untuk memahami makna puisi Dina, itu harus terlebih dulu membaca Dina. Puisinya tidak sedikit yang bermuara dari idiom yang melekat dalam tubuh sendiri. Tiga di antara puisi yang dibacakan Dina yakni 'Lanskap Dalam', 'Tong Sampah' dan Hati yang Patah Berjalan'. yang sarat anatomis. "...tempat tidur yang menggeliat/ dalam tatapan asing/ empat daging musim yang tumbuh/ di bibirku dan bibirnya...// . Malam itu, seusai hujan, Dina membacakan sejumlah puisi setelah dua wanita penyair membacakan karyanya. Masing-masing Dian Hartati (Bandung) dan Nana Rizki (Tegal). Acara diselenggarakan oleh sebuah komunitas. Sedangkan upaya mempertemukan mereka diawali dari usulan yang dilakukan melalui situs jejaring sosial facebook. Dian Hartati yang notabene seorang editor sebuah penerbitan di Bandung, mengaku baru pertama kali membacakan puisinya di depan publik. Alias malam perawan baginya!

Komentar

Posting Komentar

Semoga komentar Anda menjadi kebaikan kita bersama

Postingan populer dari blog ini

Seniman Tegal Dapat Penghargaan

AKSI REBOISASI MAHASISWA TURUT HIJAUKAN SESAOT

Kampung Emping Bumiayu