Keringat Menetes di Kali Ketiwon

Demi Tiram Rela Kedinginan

PENGUMPUL TIRAM – Karso di tengah arus sungai Ketiwon sedang memperlihatkan tiram yang dikumpulkan di dalam waring qFoto NP: Hamidin Krazan

Berendam di air sepenjang hari di musim hujan sepertin ini siapa bisa tahan? Apalagi ketika air sungai arusnya cukup deras dan dalam. Mencari nafkah seperti itu, selain membutuhkan keberanian, ketahanan tubuh, juga kondisi badan harus sehat setiap saat. Selain itu, tulang punggung harus tangguh menahan beban serta tidak jijik dengan kotoran. Itulah kenyaataan keseharian seorang pencari tiram (ece), Warsito (38) yang ditemui pada suatu siang di bantaran Sungai Ketiwon di perbatasan Kota Tegal dengan Kabupaten Tegal di jalur Pantura.

Dituturkan ayah dari dua anak yang tinggal Rt 02/03 Kelurahan Pasurungan Lor ini, pekerjaan seperti itu sudah hampir delapan tahun dilakoninya. Tiada hari untuk mencari tiram buat campuran pakan itik yang gunanya untuk menambah remis (nutrisi).

Setiap jam delapan pagi, Warsito beserta dua rekannya, Karso (43) dan Dakrim (35) mengendarai sepeda motor bututnya menuju Sungai Ketiwon. Mereka membawa tiga jebung yang ditaruh di jok belakang. Jebung itu gunanya untuk menampung tiram yang berhasil dikumpulkan.

Kalau mau praktis, sebenarnya Warsito tidak perlu repot-repot menyelam di dasar sungai untuk mengumpulkan tiram segenggam-demi segenggam. Dia bisa saja datang ke TPI setiap pagi untuk kulak limbah ikan fillet. Gunanya sebagai campuran bekatul dan loyang buat pakan itik. “Kalau uang banyak sih enaknya begitu, semua ini aku lakukan demi pengiritan,” kata Warsito.

Diakuinya, di rumahnya dia memelihara itik hanya 500 ekor. Setelah dihitung-hitung, kika bahan campuran pakan harus dibeli semuanya, leuntungannya tidak seberapa. Untuk menyiasati biaya pakan tidak terlalu membengkak, maka dengan rela dia berdingin-dingin mencari tiram. Apalagi kini harga limbah ikan fillet mengalami kenaikan. Sehingga dengan cara mencari tiram sendiri untuk pakan itik dapat mengurangi biaya pakan hingga Rp 20.000 perhari. Atau jika ada tetangga yang pesan, tiram itu bisa dijual ke mereka.

“Dalam sehari paling banyak dapat tiga jebung. Itu kalau arus sungai lagi normal. Tapi kalau lagi musim hujan hasilnya tidak sebanyak itu,” ujar Warsito.

Sebagaimana dikatakan temannya, Karso setiap satu jebung tiram kalau dijual harganya Rp 20.000. Jika dalam sehari dari jam 09.00 WIB sampai jam 15.00 WIB bisa mengumpulkan tiram sebanyak tiga jebung, berarti dapat menghasilkan uang sebanyak Rp 60.000. “Tapi kalau pakan itik campurannya limbah fillet, biayanya lebih besar dari itu,” terang Karso. Lantaran itu, baik Warsito maupun Karso lebih merasa beruntung dengan cara mencari tiram sendiri. “Kecuali kalau cuaca lagi buruk,” selanya (ham)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seniman Tegal Dapat Penghargaan

AKSI REBOISASI MAHASISWA TURUT HIJAUKAN SESAOT

Kampung Emping Bumiayu