Wayang Dakwah

Wayang Minimalis Kontemporer

Lakon Lupit Ngaji

"Ngaji tentang kahanan bukan sekedar ngaji tekstual. Ngaji kahanan tidak tertulis dalam kitab manapun, seperti belajar pada lingkungan dan berbagai fenomena alam,"

WAYANG minimalis kontemporer tentang cerita Lupit Ngaji dipentaskan pada malam menyambut 1 Syura, dimainkan secara duet oleh H Tambari Gustam (seniman dan Pengusaha Tegal) dan KH Mujtahid (Mubaligh Tegal) di halaman Radio Pertiwi FM Slawi. Pentas wayang religius dengan menggunakan bahasa tegalan itu lebih mengutamakan missi dakwah melalui media wayang yang notabene nonkonvensional.
"Cerita Lupit Ngaji sebagai cerminan terhadap keadaan kondisi masyarakat yang bersifat kontekstual. Mengaji yang dimaksudpun bukan secara tekstual," kata Tambari, Jumat (2/01/09).
Dijelaskan, ngaji dalam pengertian tekstual merupakan sebuah kegiatan belajar melalui media baca dan dengar saja. Biasanya berupa mendengarkan ceramah dari sang ustad atau membaca kitab-kitab keagamaan seperti kitab tentang fiqih dengan bimbingan kiyai. Persoalan yang dipelajari seputar tata cara beribadah, pemahaman tentang hukum agama atau hal-hal yang bersifat teoritis. Sehingga seorang bisa mengetahui bagaimana tata cara beribadah secara tertib. Seperti cara bersuci, cara menutup aurat dan tata cara melakukan ibadahnya.
"Namun dalam kisah ini, Lupit sebagai wakil dari sosok masyarakat yang berusaha mencari sebuah kebenaran sejati, berusaha mengkaji situasi dan kondisi alam sekitar dan hal-hal yang bersifat kontekstual," kata Tambari.
Tentu saja, lanjutnya, dalam praktiknya, Lupit menghadapi banyak kendala dan tantangan selama menempuh lakunya. Seperti di tengah usahanya untuk menemukan sang Guru Sejati, ternyata Lupit harus berhadapan dengan beberapa tokoh jahat yang dalam pentas itu digambarkan dengan figur wayang dengan sifat-sifat fisik yang jelek, seperti wayang berwajah merah, bermata satu, atau mulutnya besar. Konotasinya berbagai sifat jelek yang ada di sekitar masyarakat.
"Dalam pentas ini saya hanya berlaku sebagai pembuka cerita melalui suluk dengan bahasa tegelan. Begitu si tokoh menemukan Sang Guru sejati, pentas dilanjutkan oleh kakak saya, KH Mujtahid," kata Tambari.
Menurutnya, melalui wayang kontemporer yang dimainkan ustad Mujtahid, membuat pentas wayang semakin gayeng dan rahat karena disertai dengan guyonan ger-geran serta diselingi satire yang mengigit. Permainan wayang diiringi dengan musik terbang Darunnajah dari Desa Pagedongan Kabupaten Tegal.
"Ngaji tentang kahanan bukan sekedar ngaji tekstual. Ngaji kahanan tidak tertulis dalam kitab manapun, seperti belajar pada lingkungan dan berbagai fenomena alam," jelasnya.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Kasiter Mayor TNI Abdul Azis, Kasintel, Kodim 0712 Tegal dan Kepala UPTD Penyiaran Kabupaten Tegal, H A Hanan SH SPdI serta tamu undangan lain (ham)

Komentar

  1. Kita semua adalah wayang yang kelak akan dimasukkan kotak oleh Sang Dalang. Detik ini, esok, atau kapanpun terserah Sang Dalang..

    BalasHapus
  2. Yah...kita ini hanya wayang yang ngak akan pernah tahu bagaimana akhir dai sebuah pertunjukkan di kehidupan ini.

    Neh aku datang menenggokmu, jo ngambek yo...
    salam persahabatan!!!

    BalasHapus
  3. andai aku bisa jadi Dalangnya, aku akan menjadi wayang yang selalu berada dijalan yang benar...

    BalasHapus

Posting Komentar

Semoga komentar Anda menjadi kebaikan kita bersama

Postingan populer dari blog ini

Seniman Tegal Dapat Penghargaan

AKSI REBOISASI MAHASISWA TURUT HIJAUKAN SESAOT

Kampung Emping Bumiayu